Mengidap penyakit kanker darah, sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya oleh Sinta. “Sebab saya tidak punya garis keturunan mengidap penyakit Kanker apapun,” kata Sinta. Penyakit yang saya idap itu bermula dari rasa pusing, panas dingin, pandangan berkunang-kunang, kalau berjalan sempoyongan, begitu juga bangun dari tidur, dunia rasanya berputar. Gejal awal itu terjadi tahun 1998. “Langsung saya bawa ke Dokter Spesialis Penyakit Dalam. Hasil laboratorium menunjukkan, bahwa istri saya mengidap anemia, atau kurang darah,” kata suami Sinta.
Atas perintah dokter, dilakukan transfusi darah. “Setelah transfusi itu, kondisi istri saya langsung segar. Namun beberapa minggu kemudian, kondisi fisiknya melorot lagi. Dia sakit lagi dan transfusi lagi. Demikian terus menerus, hidupnya tergantung asupan darah dari luar. Sedangkan darah yang hilang dari tubuhnya, tidak diketahui lenyap pergi kemana. Atas kondisi itulah dokter melakukan pemeriksaan lebih detil. Hasilnya, dipastikan, istri saya mengidap multiple miloma, sejenis kanker darah yang cukup berbahaya,” kata suami Sinta.
Makin lama kondisi Sinta makin parah, terbukti HBnya sempat melorot hingga angka 2,3. Saat itulah dia mulai tidak sadarkan diri, nafasnya sesak, dan panas tubuhnya pun tinggi, mencapai angka 39,8 Derajat Celcius. Sinta pun dilarikan ke sebuah rumah sakit di kota Medan.
“Istri saya benar-benar terkapar tak berdaya. Berbilang bulan lamanya tidak bisa tidur, setelah diberi obat penenang, baru bisa lelap. Itupun tidak lama. Sedang buang air besar dan kecil dia lakukan hanya di tempat tidur. Pokoknya benar-benar parah dan tak berdaya. Dokter menyarankan untuk kemoterapi, itupun telah kami lakukan hingga 16 kali.
Hasilnya tidak banyak membantu, malah kondisi istri saya semakin parah. Terbukti, benjolan makin banyak tumbuh, disekujur tubuha. Seiring itu, rambut di kepalanya makin rontok. Pokoknya benar-benar mengenaskan. Setiap keluarga atau kerabat yang membesuk pasti menangis dan membayangkan istri saya tidak akan berumur panjang,” kata suami Sinta.
“Karena tidak ada perubahan yang membaik, rupanya dokter mulai menyerah. Mereka mengisyaratkan istri saya di bawa pulang saja dan dirawat di rumah. Kami pun tidak bisa berbuat apa-apa, selain menuruti isyarat itu,” kata anak Sinta.
Saat tidak berdaya itulah, salah seorang anaknya yang bermukim di Jakarta, dapat saran dari keluarga suaminya, untuk mencoba Ling Shen Yao.
“Seminggu setelah minum Ling Shen Yao, langsung ada perubahan dalam diri saya. Saya bisa tidur nyenyak, selera makan mulai enak, tidak muntah-muntah lagi. Makin lama makin baik, sesak nafas mulai hilang, buang air besar dan air kecil lancar.
Yang lebih mengagetkan saya, benjolan di badan saya makin hari makin mengecil secara serentak. Makin lama makin baik, hingga 6 bulan setelah minum Ling Shen Yao, saya benar-benar sembuh. Benjolan di seluruh tubuh hilang, rambut yang rontok tumbuh kembali, dan kulit saya sempat menghitam akibat kemoterapi pun normal kembali. Sekarang saya benar-benar Pulihh. Hal itu telah saya buktikan dengan test laboratorium, tanggal 17 Juli 2004,” kata Sinta bahagia.